Bumi pertiwiku merintih kepiluan,..
entah karena kecongkakan insan atau batas nafas,..
luruh guntur menyambar aksara nyawa,..
hingga duka sirnakan darah mengalir,..
lenyap tanpa bekas meninggalkan raga,..
Senandung lagu duka menggema,..
di rinai hujan debu letupan bara,..
segelimpangan jiwa terjebak,..
jatuh tersungkur,..
tertutup semburan merapi entah itu amarah,..
hingga bumiku terjejal lara jeritan nestapa,..
hanya puing puing derita mengenang retina,..
dalam tak berdaya atas segala kuasaNYA,..
Di sebelah sana,..
satu dari aksara dukapun menjelma,..
terkoyak guncangan menyayat rasa,..
pedih tak kuasa menatap kibaran kain hitam,..
gulita menyelimuti keporak poranda,..
tiada henti tangis menjadi saksi,..
menetes duka di atas tanah mentawai,..
merubah panorama megah kelam menari,..
Tuhan cukuplah airmata ini terhenti,..
dalam kemarau jiwa ku menutur tadah hasta,..
sudahi gejolak bumi ini dari amarah singgah,..
dari segala dera sisa puing semilir desah nafas,..
ku hanya makhluk renta akan segala kuasaMU,..
dan kepadaMU keadilan kasih mengalir,..
untuk kembalikan ketenangan ibu pertiwi dari jeritan,..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar